Kepada seseorang di masa pahitku. Bagaimana kabarmu?
Aku belajar banyak hal setelah aku dan kamu berpisah di persimpangan. Perih, luka, perpisahan, meninggalkan, ditinggalkan, melepaskan, merelakan.
Waktu itu telah lama aku menunggumu di halte. Hingga akhirnya bis itu datang, membawaku menyusuri jalan raya yang tak selalu mulus. Aku berjuang di dalam sana, berharap kita akan baik-baik saja.
Suatu hari aku tersadar, bis itu bukan milikku. Hanya tinggal sebentar, untuk mengantarkan aku ke halte yang aku tuju. Dan saat aku tiba, ada penumpang lain yang memasuki bis itu. Ada banyak, namun sebenarnya ada satu lagi yang kamu anggap istimewa. Bukan aku.
Jiwa, raga, pikiran, dan hatiku, terlalu merekat pada bayangmu. Bayangmu yang semakin jauh... jauh... jauh... hilang...
Aku menatap kesendirianku. Terlalu rindu dengan masa lalu yang sulit untuk beranjak. Pelukan itu masih terasa hangat, meski lenyap hampir empat tahun silam. Genggaman itu, masih erat meski yang tersisa hanyalah secuil garis-garis sidik jarimu.
Kepada masa laluku, kapan aku bisa beranjak?
Pelangi B. Senja
Kamis, 24 Desember 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar