Kamis, 24 Desember 2015

Kepada seseorang dimasa pahitku

Diposting oleh Riska Febryanti di 17.55 0 komentar
Kepada seseorang di masa pahitku. Bagaimana kabarmu?

Aku belajar banyak hal setelah aku dan kamu berpisah di persimpangan. Perih, luka, perpisahan, meninggalkan, ditinggalkan, melepaskan, merelakan.

Waktu itu telah lama aku menunggumu di halte. Hingga akhirnya bis itu datang, membawaku menyusuri jalan raya yang tak selalu mulus. Aku berjuang di dalam sana, berharap kita akan baik-baik saja.

Suatu hari aku tersadar, bis itu bukan milikku. Hanya tinggal sebentar, untuk mengantarkan aku ke halte yang aku tuju. Dan saat aku tiba, ada penumpang lain yang memasuki bis itu. Ada banyak, namun sebenarnya ada satu lagi yang kamu anggap istimewa. Bukan aku.

Jiwa, raga, pikiran, dan hatiku, terlalu merekat pada bayangmu. Bayangmu yang semakin jauh... jauh... jauh... hilang...

Aku menatap kesendirianku. Terlalu rindu dengan masa lalu yang sulit untuk beranjak. Pelukan itu masih terasa hangat, meski lenyap hampir empat tahun silam. Genggaman itu, masih erat meski yang tersisa hanyalah secuil garis-garis sidik jarimu.

Kepada masa laluku, kapan aku bisa beranjak?

Pelangi B. Senja

Minggu, 20 Desember 2015

syukron yaa umi

Diposting oleh Riska Febryanti di 07.24 0 komentar
Sekali lagi aku disadarkan oleh sebuah kenyataan, kenyataan bahwa hidup adalah tentang meninggalkan atau ditinggalkan. hanya ada dua pilihan itu. tidak akan ada yang kekal tidak akan ada yang bisa tinggal dan diam dalam suatu tempat dalam waktu yang lama. aku mencoba memungkiri bahwa ada hal lain diantara dua itu. namun nihil. aku salah dan aku kalah. mereka datang dengan porsinya masing-masing, mengajarkan begitu banyak hal tentang kekuatan yang tumbuh dalam hati. aku tersenyum mengiyakan.

Bukankah kita tak menginginkan apapun selain kebersamaan? gelak tawa yang menyelimuti setiap mimpi yang tidak aku undang kedatangannya ini berlalu bagai helaan nafas setiap detiknya. tak terlewatkan dalam satu hari saja aku tidak mampu menyuruh rasa rindu ini enyah. aku selalu merindukannya, merindukan senyumannya, merindukan setiap kata yang keluar dari bibirnya yang indah ketika menyebut namaku. 

Kedewasaan tidakkah diukur dari umur manusia? aku telah mencobanya. mencoba menyembunyikan kerapuhan ini, namun sejatinya aku benar-benar lemah tanpanya. aku bukanlah apa-apa. aku masih belum bisa membuatnya bangga dengan tersenyum dan berteriak "itu anakku" aku masih belum bisa mewujudkan setiap butiran-butiran mimpinya. aku gagal.

Beribu bintang yang berkelip riang tak satupun tersenyum padaku, seolah mereka merasakan makna dari setiap tetesan peluhku. bibirku tak henti-hentinya melantunkan doa. hanya itu yang bisa membuatku memeluknya dalam perbedaan ruang waktu ini. 

Kulihat gambarnya tersenyum, memberikan aku sebuah kekuatan. aku ingin waktu berputar sedikit saja. aku ingin mengatakan begitu besar aku mencintainya, begitu sibuknya aku dengan duniaku tanpa aku pernah mengelus pipinya sembari berkata "terimakasih telah memberikan aku dunia yang begitu indahnya" 

memang benar, semua akan terasa ketika tak ada. dimana lagi tempat aku mengeluh selain dipangkuannya? dimana lagi tempat aku bahagia selain senyumannya? dimana lagi tempat aku menangis selain dipundaknya? dimana lagi tempat aku bercerita dan bercengkrama lagi di dunia yang fana ini? kecuali satu tempa,yaitu tempat berbisik pada bumi namun yang mendengar langit. 

semoga kita bertemu di dunia yang berbeda, dan aku beruntung bisa menjadi anakmu disalah satu masa. syukron ya umi..
 

Riska Febryanti © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor